Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Indonesia (Apjatel) dan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyampaikan protes dan keberatannya atas rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang mengenakan tarif sewa lahan terlalu mahal atas jaringan utilitas kabel. Ketua Umum Apjatel Muhammad Arif mengatakan, Apjatel dan ATSI sudah melayangkan surat permohonan peninjauan kembali atas tarif sewa lahan untuk penyelenggara jaringan utilitas di Kota Surabaya karena skemanya yang tak masuk akal. Namun, hingga Minggu (9/8), belum ada direspons dari Pemkot Surabaya. Dia mengaku tidak mengerti dengan kebijakan Pemkot Surabaya tersebut. Apalagi, saat ini, layanan telekomunikasi merupakan kebutuhan utama masyarakat sudah seperti listrik dan air. “Terlebih lagi, di saat pandemi Covid-19 seperti saat ini, telekomunikasi merupakan urat nadi perekonomian nasional, di mana Presiden Jokowi menginginkan investasi tumbuh dan menekan ekonomi biaya tinggi. Rencana Pemkot Surabaya jelas-jelas bertolak belakang dengan rencana Presiden Jokowi,”ujar Arif, dalam pernyataannya. Menurut dia, Pemkot Surabaya terlalu bersemangat dan hanya mau mengenakan sewa kepada seluruh operator telekomunikasi. Namun, hal tersebut tidak dibarengi dengan membuat sarana terpadu utilitas (ducting) untuk mendukung aktivitas operator telekomunikasi seperti yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. “Sebaiknya, ketika kita menyewa properti, harusnya ada kejelasan mengenai hak dan kewajiban dari penggelola dan penyewa, sehingga menguntungkan kedua belah pihak,” tambahnya. Arif pun mengingatkan kepada Pemkot Surabaya dan daerah lain agar tidak membebani operator telekomunikasi dan masyarakat. Jika Pemkot Surabaya bersikukuh ingin mengenakan biaya tak masuk akal, nantinya, seluruh biaya yang dikeluarkan oleh operator telekomunikasi akan dibebankan kepada masyarakat di Kota Surabaya. Dia juga mengingatkan Pemkot Surabaya untuk tidak memotong kabel operator telekomunikasi. Dalam UU No 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, pasal 38 dijelaskan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi dan ada sanksi pidananya. Sosialisasi Pada Jumat (7/8) akhir pekan lalu, Pemkot Surabaya telah mengundang seluruh operator penyelenggara layanan telekomunikasi untuk rapat sosialisasi dan koordinasi penilaian sewa barang milik daerah Pemkot Surabaya oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Operator telekomunikasi di wakili oleh pengurus ATSI dan Apjatel. Sementara itu, Pemkot Surabaya diwakili oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Surabaya Ikhsan S, perwakilan dari KJPP yang ditunjuk Pemkot Surabaya, dan perwakilan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Pemkot Surabaya bersikukuh tetap akan menggenakan sewa dengan harga komersial terhadap jaringan telekomunikasi yang melintas di wilayahnya. Ikhsan pun memberikan contoh, saat ini, harga pasar tanah di Jalan Raya Darmo mencapai Rp 30 juta per meter. Jika diasumsikan satu jaringan utilitas dimanfaatkan oleh 25 operator, Pemkot Surabaya akan menggenakan sewa Rp 13.333 per meter setiap tahun untuk per operator. Harga sewa satu wilayah dengan wilayah lainnya akan berbeda-beda tergantung nilai pasar tanah di wilayah tersebut. Operator telekomunikasi harus segera membayar sewa tersebut dan telah mendapatkan surat peringatan pertama (SP1). Jika tak segera membayarnya setelah dapat surat peringatan ketiga, Kejati Jawa Timur akan memprosesnya dan jaringan yang dimiliki operator ditertibkan, atau diputus oleh Satpol PP Pemkot Surabaya.