RAGAM INDONESIA-Penunjukkan PT Jakarta Propertindo dan Sarana Jaya sebagai pelaksnaa proyek sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) dipersoalkan karena dianggap rentan praktek monopoli.
Pembangunan SJUT sepanjang 105,932 km dipegang PD Sarana Jaya dan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) 107,770 km. Total panjang SJUT, yakni 213,702 km. Proyek ini di bawah kendali Dinas Bina Marga DKI Jakarta.
Kepala Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta Hari Nugroho bersikukuh penugasan dua BUMD untuk mengerjakan proyek SJUT tersebut sudah sesuai dengan peraturan gubernur (Pergub) Nomor 106 tahun 2019.
“Penugasan BUMD itu sudah diatur dalam pergub, disebut monopoli kalau yang ditunjuk itu satu BUMD. Ini kan dua BUMD, terbuka untuk saling berkompetisi. Terlebih, masing-masing BUMD menggandeng mitra swasta,” ujar Hari dalam acara diskusi virtual bertajuk ‘Keadilan Kabel Jakarta’ yang digelar Institute Demokrasi Ekonomi dan Sosial Politik pada Selasa, 24 Agustus 2021.
Malah, menurut Hari, penunjukkan Jakpro dan Sarana Jaya dalam pengerjaan proyek utilitas itu sudah disosialisasikan dan disepakati berbagai pihak saat dibahas dalam Forum Group Discussion (FGD) pada tahun 2019 silam.
“Di dalam menugaskan BUMD tahun 2019 sudah mengadakan FGD diikuti ratusan operator. Angka tarifnya pemerintah tidak ikut serta, itu kewenangan operator dan BUMD. Tarifnya sudah dibocorkan dan tidak memberatkan,” katanya.
Lebih lanjut Hari mengatakan, Pemprov DKI sudah sejak 11 tahun lalu membiarkan operator memasang kabel di atas tiang. Namun kini di bawah pemerintah Gubernur Anies Baswedan ingin kota Jakarta tertata dengan baik, sehingga penertiban kabel menjadi salah satu pekerjaan prioritas.
Selama itu pula sebetulnya Pemda punya kewenangan menurunkan kabel-kabel yang sudah terpasang itu secara paksa. Tapi tidak dilakukan.
“Selama ini kabel di atas tak ada izin, kalaupun diturunkan paksa, Pemda punya kewenangan menurunkan. Sudah 11 tahun diberitahukan, kalau operator tak mau turun kabel, saya potong-potongin lah memang enggak ada izin,” tegasnya.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) M. Arif Angga menyatakan mendukung upaya Pemprov DKI dalam menertibkan jaringan kabel yang selama ini terbentang di atas tiang. Bahkan, kata dia, Apjatel juga sepakat gotong-royong telah menyelesaikan persoalan kabel di 56 ruas jalan tanpa melibatkan APBD.
“Tapi kalau di 56 ruas yang sudah dikerjakan operator kemudian dipindahin, kita menolak keras. Kita sangat kooperatif terhadap rencana Pemprov DKI memindahkan kabel,” sambungnya.
Meski begitu, ucap Arif, pihaknya meminta PT Jakpro dan Sarana Jaya membuka ruang disuksi terkait dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) pemindahan kabel dari atas ke bawah tanah.
“Apjatel siap duduk bareng Terkait SOP belum ada dari Jakpro dan Sarana Jaya,” pungkasnya.
Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan bahwa secara regulasi, penetapan tarif sewa pada SJUT berpotensi melanggar Perda DKI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Jaringan Utilitas. Pasalnya, dalam Perda tersebut yang diatur adalah retribusi bukan sistem sewa.
“Ombudsman menilai jika Pemprov DKI memaksakan kehendak dengan mengenakan tarif sewa yang tinggi kepada penyelenggara layanan utilitas publik akan mendorong kenaikan tarif, membebani warga dan bertentangan dengan asas-asas pelayanan publik,” ujar Hery.
Lebih lanjut Hery menyampaikan bahwa proyek SJUT tersebut dinilai tergesa-gesa dan tidak memiliki rencana bisnis yang matang, mengingat nilai investasinya yang cukup besar. “Belum ada calon mitra (penyelenggara utilitas) yang pasti yang akan menggunakan fasilitas ini, baik dari perusahaan plat merah maupun swasta,” katanya.
Victoria
– 25 Agustus 2021, 16:34 WIB
https://ragamindonesia.pikiran-rakyat.com/daerah/pr-1612465522/ombudsman-pemprov-dki-memaksa-kehendak-dengan-tarif-sewa-tinggi-sjut?page=2