Kebijakan Pemda Tak Sejalan dengan Pemerintah Pusat

Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah kebijakan pemerintah daerah (pemda) di bidang telekomunikasi tak sejalan dengan pemerintah pusat. Misalnya, draf rancangan perubahan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta tentang Jaringan Utilitas dan regulasi yang dibuat Pemerintah Kota Surabaya berpotensi memberikan beban tambahan kepada operator telekomunikasi.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Muhammad Arif melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi, Rabu (29/7/2020).

“Sejatinya dalam membuat regulasi antara pemerintah pusat dan daerah harus seiring sejalan. Namun kenyataannya banyak sekali regulasi atau kebijakan yang diinginkan pemerintah pusat, disikapi berbeda oleh pemerintah daerah,” katanya.

Banyaknya regulasi yang tak sinkron membuat Apjatel melakukan judicial review terhadap Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah yang diajukan ke Mahkamah Agung pada 6 Januari 2020. Permendagri tersebut ditafsirkan secara berbeda-beda oleh pemda terkait hak dan harga sewa lahan.

“Sangat disayangkan ketika internet yang sudah merupakan kebutuhan dasar dari masyarakat dijadikan objek pendapatan daerah. Hal ini kontradiktif dengan semangat Making Indonesia 4.0 yang didengungkan Bapak Presiden,” ujar Muhammad Arif.

Infrastruktur
Arif menyatakan harmonisasi regulasi di pusat dan daerah masih belum maksimal di sektor regulasi bidang telekomunikasi, khususnya infrastruktur. Perbedaan persepsi terhadap regulasi mendorong multitafsir wewenang di daerah. Misalnya, Dinas Komunikasi dan Informatika di daerah yang tidak bersinggungan dengan kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Izin penyelenggaraan bidang telekomunikasi yang dikeluarkan Kemkominfo tidak menjadi tolok ukur saat penyedia jaringan telekomunikasi ingin melakukan pengurusan izin di daerah. Hal ini merupakan bukti disharmoni regulasi.

“Dalam masa pandemi Covid-19 dibutuhkan jaringan yang masif untuk mendukung kinerja masyarakat, baik yang bekerja maupun pelajar. Persoalan seperti ini harus segera diselesaikan,” ujarnya

Jika Indonesia ingin segera menjadi negara yang terdepan dalam industri digital 4.0, masalah infrastruktur telekomunikasi harus segera dibereskan. “Apakah kabel jaringan fiber optik akan mendapatkan pengecualian, seperti listrik dan air, sehingga penetrasi penyebarannya bisa maksimal dan biayanya juga semakin terjangkau masyarakat luas. Ataukah kita akan tetap bertahan pada regulasi yang lama dengan objek PNBP dan juga objek pungutan pemerintah daerah? Hal ini tentunya hanya bisa dijawab oleh pemerintah pusat,” terang Arif.

Di negara maju, infrastruktur pasif sudah disediakan oleh pemerintah, sehingga mengurangi kesemrawutan jaringan. Namun di Indonesia, operator membangun infrastruktur masing-masing, sehingga seharusnya didukung oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Di Kota Surabaya misalnya, sarana utilitas bersama terpadu seharusnya dipergunakan untuk kepentingan umum. Namun, pengelolaannya diserahkan kepada BUMD, sehingga biaya yang dikenakan kepada operator adalah harga keekonomian.

Lebih jauh dikatakan, selama pandemi Covid-19, beban operasional penyelenggara jaringan dan operator telekomunikasi mengalami peningkatan signifikan. Meski traffic data mengalami kenaikan, tetapi penyelenggara telekomunikasi tetap mengalami tekanan pada beban operasional.

Karena terus mengalami tekanan selama masa pandemi, Apjatel, APJII dan ATSI, mengirim surat kepada menkominfo dan menteri keuangan agar bisa mendapatkan insentif. Apjatel berharap perda atau regulasi yang mengatur penggunaan utilitas publik tidak memberatkan operator telekomunikasi.

“Jika beban kami mengalami kenaikan akibat regulasi, ujung-ujungnya masyarakat yang akan terkena dampaknya. Kami mengharapkan pemerintah pusat segera turun tangan untuk membenahi regulasi yang ada di daerah,” pungkas Arif.

Anselmus Bata / AB

Rabu, 29 Juli 2020 | 10:34 WIB

https://www.beritasatu.com/ekonomi/660265/kebijakan-pemda-tak-sejalan-dengan-pemerintah-pusat