JAKARTA, investor.id – Pelaku bisnis internet broadband yang terdiri dari Asosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia (APJII) Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel), dan PT Link Net Tbk, serta MNC Play meminta pemerintah untuk memudahkan mereka, baik dari sisi regulasi perizinan, serta stimulus, sehingga mereka bisa melakukan investasi dalam penyelenggaraan jaringan broadband yang masif di Indonesia. Hal itu disampaikan Ketua Umum APJII Jamalul Izza, Ketua Umum Apjatel Muhammad Arif, President Director & CEO PT Link Net Tbk Marlo Budiman, dan CEO MNC Play Ade Tjendra, dalam acara Zooming With Primus dengan tema “ Bisnis yang Tetap Berkilau di Tengah Covid-19,” yang diselenggarakan Beritasatu Media Holdings di Jakarta, Selasa (9/6).
Menurut Jamalul, bisnis internet broadband di tengah pandemi Covid-19, secara umum mengalami penurunan pendapatan yang cukup siginifkan. Meskipun secara trafik mengalami peningkatan. Kondisi ini diprediksi akan terus berlanjut di masa new normal. Sehingga, dia berharap, pemerintah dan berbagai stakeholder dapat bersama-sama untuk menghadapi tantangan ini. “Ini jadi PR bersama. Kita harus segera bergerak. Karena kalau menunggu dari pemerintah memang agak lama. Harus nyusun aturan dan sebagainya. Kalau kita mau, internet ini sebenarnya menjadi sebuah bahan pokok. Apa yang kita bisa lakukan, kita lakukan membuat internet Indonesia menjadi lebih baik,” kata Jamalul.
Jamalul melihat, saat ini, internet telah menjadi kebutuhan primer, seperti air dan energi. Oleh karena itu, pembangunan ekosistem internet harus berkelanjutan dan bersama-sama, sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi para pengguna. Bahkan, Jamalul menawarkan konsep kepada para pelaku pemerintahan desa untuk besama-sama berinvestasi dan berbisnis internet, melalui dana desa yang ada. Hasilnya nanti akan dikembalikan ke desa. Karena pada umumnya, wilayah blank spot pada umumnya ada di daerah rural. “Konsep, mengajak teman-teman di desa untuk berinvestasi dan berbisnis di internet. Hasilnya akan dikembalikan ke desa. Tetapi tetap di depannya teman-teman Internet Service Provider (ISP) yang beri izin. Setelah kita lihat, layanan internet ini kan medianya banyak. Mulai dari kabel, radio dan Vsat. Sebenarnya tidak ada isu lagi daerah yang blank spot,” ujar Jamalul.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Muhammad Arif. Menurut Arif, saat ini penetrasi broadband di Indonesia masih di bawah 15%. Kondisi ini tertinggal dibanding beberapa negara di kawasan ASEAN. Oleh karena itu, Arif mengajak semua pemain bisnis telekomunikasi untuk bersama-sama pemerintah mendorong percepatan penetrasi broadband di Indonesia. “Ini saatnya kita di industri telko speak up bareng-bareng, pemerintah juga harus melihat telko harus disetarakan dengan kebutuhan primer lainnya. Dan melihat kacamata tersebut, penetrasi broadband bisa teratasi. Karena kebutuhan masyarakat akan internet sudah primer. Jadi pemerintah harus memperkuat regulasi yang ada. Terutama harmonisasi regulasi pusat dan daerah,” ujar Arief. Arief menambahkan, pemerintah harus memberi “karpet merah” kepada para investor, agar menggelar jaringan ke daerah-daerah yang belum terjangkau. Karena, saat ini internet telah menjadi kebutuhan primer. “Saya rasa ini saatnya pemerintah aware, harus memberi karpet merah kepada para investor di industri telekomunikasi. Sehingga investor-investor tadi akan menggelar jaringan di daerah-daerah yang belum ter-cover. Kalau selama pemerintah belum memberi ‘karpet merah’, dan menganggap industri ini belum penting, makanya kita akan tertinggal,” ungkap Arif.
Marlo Budiman juga mengharapkan hal sama. Marlo berharap pemerintah dapat memberikan support, terutama sinkronisasi perizinan antara pusat daerah. Karena selama ini, Link Net sering mengalami tumpang tindih aturan ketika hendak menggelar jaringan ke kota-kota baru. “Kami dari ISP butuh dukungan dari segi perizinan. Karena seringkali masuk ke kota baru, urus izin itu gampang-gampang susah, susah-susah gampang. Jadi kami perlu bantuan dari regulator. Karena broadband ini sudah kayaknya listrik dan air. Bahkan lebih penting dari listrik. Karena kalau orang mati listrik, dia bisa nyalain genset, tetapi kalau mati internet, mati gaya,” tutur Marlo. Marlo menambahkan, tren penetrasi internet yang masih rendah dan tertinggal ini butuh dorongan dan kerjasama yang kuat berbagai stakeholder. Marlo meminta, terutama dalam pembangunan infrastruktur common ducting supaya difasilitasi oleh pemerintah. “Tren penetrasi internet yang rendah mau sampai kapan? Selanjutnya bagaimana kita sebagai ISP bisa difasilitasi government seperti project commond ducting. Dimana pemerintah yang membangun jaringan infrastruktur secara common, kita diberikan open access dengan harga yang reasonable. Tentunya kita akan berloma-lomba masuk ke daerah baru tersebut. Kalau enggak kita gak akan masuk ke daerah yang kurang menjanjikan,” jelas Marlo.
Sementara, Ade Tjendra meminta, peran pemerintah, terutama melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang telekomunikasi supaya sama-sama membangun ekosistem digital, yaitu network, service dan konten. BUMN, sebagai institusi pemerintah yang memiliki capex yang besar untuk membangun infrastruktur diharapkan supaya open access. “Tetapi yang dibangun adalah ekosistem yang bisa kota co-exis. Open access. Bagaimana network yang dibangun bisa di-deliver konten bersama-sama bagi pembangunan jaringan bersama dengan ISP. Sehingga bisa tercipta kondisi ekosistem yang sehat. Saya rasa perlu peran pemerintah yang tegas. Terakhir kalau ada service ada konten yang masuk di sana,” kata Ade. Meski demikian, Ade mengapresiasi langkah pemerintah selama pandemi Covid-19 yang telah memberikan kebijakan yang meringankan pelaku industri telekomunikasi, yaitu pembebasan pajak Pph 21, 22, dan 25. Sementara, dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) terdapat kebijakan penundaan pembayaran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) selama dua bulan atas Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi dan dana Universal Service Obligation (USO). “Kiranya ini menjadi masukan bahwa ini bisa diperpanjang atau ditunda pembayaran PNBP-nya. Karena impact-nya, secara new normal pun saya rasa masih ada. Kita harus waspadai. Kita berharap semua normal lebih cepat lebih baik,” ujar Ade.
Emanuel Kure, Selasa, 9 Juni 2020 | 22:59 WIB