Pemkot Ngotot Berlakukan Sewa Utilitas Tinggi
JAKARTA, investor.id – Upaya mewujudkan transformasi digital, ekonomi digital, dan kota pintar (smart city) di Kota Surabaya dikhawatirkan akan terhambat. Hal ini dipicu oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang akan mengenakan sewa dengan tarif komersial atas jaringan telekomunikasi yang melintas di seluruh wilayahnya. Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Muhammad Arif pun menyayangkan langkah kebijakan Pemkot Surabaya yang akan mengenakan sewa tinggi dengan menggunakan acuan tarif komersial atas jaringan utilitas, termasuk kabel telekomunikasi, yang melintasi Kota Surabaya. Menurut Arif, lebih bijaksana jika Pemkot Surabaya mengedepankan peran sebagai pembina industri di daerah dan mempertimbangkan peran strategis dan kontribusi penyelenggaraan telekomunikasi digital dalam setiap sendi kehidupan masyarakat dan negara. Lebih lanjut, dia menyampaikan, saat ini, seluruh komponen masyarakat Indonesia tengah berjibaku untuk penanggulangan Covid-19. Salah satu upaya untuk mengurangi penyebaran Covid-19 dengan memberlakukan belajar dan bekerja dari rumah (work from home/WFH dan study from home/SFH), termasuk di Surabaya. “Dengan adanya WFH dan SFH dibutuhkan jaringan broadband. Jika Pemkot Surabaya mengenakan tarif sewa yang mahal, program pemerintah pusat dalam mencegah dan mengurangi penyebaran Covid-19 serta mewujudkan transformasi digital, ekonomi digital Indonesia, dan mewujudkan smart city dipastikan akan terhambat,” ujar Arif, dalam pernyataannya, Selasa (18/8). Dia menuturkan, sejatinya, penyelenggara jaringan dan operator telekomunikasi tak keberatan dengan rencana Pemkot Surabaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, dia berharap, peningkatan PAD tidak hanya mengandalkan retribusi, atau sewa yang akan dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi. Selain itu, guna meningkatkan PAD, jangan sampai akhirnya menambah beban masyarakat. Sebagai gambaran dan seperti diberitakan sebelumnya, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Surabaya Ikhsan S memaparkan, untuk di Jalan Raya Darmo, Kota Surabaya, harga pasar tanah telah mencapai Rp 30 juta per meter. Dengan asumsi satu jaringan utilitas dimanfaatkan oleh 25 operator telekomunikasi, Pemkot Surabaya akan mengenakan sewa Rp 13.333 per meter setiap tahun kepada operator telekomunikasi dan seluruh pihak yang memiliki jaringan utilitas yang melintasi jalan tersebut.
Layangkan Surat
Karena itu, Apjatel dan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) pun telah melayangkan surat keberatan kepada Pemkot Surabaya. “Tujuan surat bersama kami semata melindungi dan memastikan masyarakat di Surabaya agar bisa mendapatkan layanan telekomunikasi yang terjangkau,”terang Arif. Dia pun memastikan, jika Pemkot Surabaya masih bersikukuh ingin menerapkan tarif sewa lahan terhadap jaringan utilitas yang tak rasional, bisa dipastikan akan berdampak terhadap tingginya tarif jasa internet di Kota Surabaya. “Jika Pemkot tetap menggenakan tarif sewa yang mahal kepada operator telekomunikasi, pada akhirnya, akan memberikan beban tambahan kepada masyarakat Surabaya. Dipastikan, tarif internet di Surabaya akan semakin tak terjangkau lagi,”ujar dia. Agar kegiatan serta beban masyarakat tak semakin bertambah, Arif berharap, Apjatel dan ATSI bisa berdialog dengan Wali Kota Tri Rismaharini dan bakal calon Walikota Surabaya mendatang untuk mencari solusi terbaik.
Selasa, 18 Agustus 2020 | 20:22 WIB Abdul Muslim (abdul_muslim@investor.co.id)
Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul “Apjatel: Transformasi Digital Surabaya Bisa Terhambat”
Read more at: http://brt.st/6HAI