Merdeka.com – Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Indonesia (APJATEL), Jerry M. Swandy mengatakan saat ini pihaknya sedang membahas langkah strategis bersama pemerintah dan pemangku kepentingan lain. Langkah strategis ini yakni mengkaji secara ilmiah dan mengevaluasi soal pungutan-pungutan resmi dari pemerintah.
“Kita mau mencoba mengkaji secara ilmiah atau akademis melibatkan para akademisi, praktisi, Kominfo, dan di industri ini untuk duduk bersama mengevaluasi dan menganalisa soal regulatory cost,” kata Jerry kepada wartawan saat acara Rakernas APJATEL di Jakarta, Selasa (29/11).
Jerry menjelaskan, regulatory cost atau pungutan resmi ini seperti harga sewa lahan yang disebut begitu membebani penyelenggara jaringan. Bila hal ini bisa dicari solusinya, berharap bisa tetap mempertahankan harga bandwidth dengan 1 harga untuk nasional. Diakui Jerry, pungutan-pungutan ini hampir melebih batas ambang yang ditolerir perusahaan.
“Kalau yang eksisting sekarang beragam-ragam ya. Ada yang bilang lebih dari 10 persen. Kalau sudah lebih dari 10 persen sudah menjadi alarm bagi kita secara bisnis ya. Maka kita perlu mencoba untuk mengkaji hal-hal ini secara ilmiah,” ungkap dia.
Sejauh ini, kewajiban-kewajiban yang telah dilakukan oleh penyelenggara jaringan sudah beraneka ragam. Pertama Biaya Hak Penggunaan (BHP) USO kepada Kominfo sebagai amanat regulasi.
“Kedua, penyelenggara jaringan kami kena retribusi dalam rangka proses perizinan kepada PU Nasional, PU Provinsi, maupun PU kabupaten/kota. Ketiga, kita ada hal-hal yang mungkin negara kita perlu duduk bersama agar tidak dipungut terhadap oknum-oknum liar di lapangan. Kurang lebih itu yang akan kita cari solusinya,” katanya.
Sebagaimana diketahui, berdasarakan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2022 tentang perilaku dan penetrasi internet mencatat hanya 24,36 persen rumah tangga di negeri ini yang sudah menggunakan fixed broadband atau internet kabel. Sisanya sebanyak 75,64 persen tidak berlangganan fixed broadband.
Di tempat yang sama, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ismail, mendukung rencana APJATEL. Apabila ada biaya yang mesti dikeluarkan, haruslah transparan.
“Kalaupun ada harus transparan, jangan ada under the table cost yang berkaitan dengan masalah pembangunan fiber optic. Semua menunggu kehadiran konektivitas andal. Kalau bermain-main soal perizinan, maka akan multiplier effect juga,” jelas dia.
Sumber : https://www.merdeka.com/teknologi/apjatel-ingin-evaluasi-dan-kaji-kembali-izin-gelar-fiber-optik.html